Cara Hebat Konservasi: Pantai Sousu di Sulap Menjadi Ruang Publik Wisata Desa

34813360_320650671803480_2204419396628119552_nSousu Matahora Wakatobi – Salah satu potensi wisata alam yang ada di Wakatobi adalah membentangnya pantai-pantai dengan pasir putih yang bersih di sepanjang pantai pulau-pulau yang ada di Wakatobi. Namun, perkembangan pantai itu, terancam dengan semakin menipisnya pantai, di satu sisi tetapi di sisi yang lain, semakin banyaknya bibir pantai yang dikuasai secara perorangan. Inilah yang akan menjadikan Wakatobi terancam masyarakatnya untuk menambatkan perahunya di pinggir pantai. Karena pantai-pantai di Wakatobi telah berubah menjadi ruang privat.

Kondisi ini berbeda dengan pengeloaan pantai yang dirancang di pantai sousu desa Matahora kecamatan Wangi-Wangi selatan, mereka merencanakan untuk membangun wisata pantai yang masih dikuasai oleh public, bukan privat. Ini juga akan memberikan ruang untuk tumbuhnya ekonomi masyarakat berbasis wisata. Karena melakukan konservasi sekaligus membangun ruang public berbasis masyarakat. Ini adalah konsep cerdas masyarakat Matahora dalam pengelolaan pantai mereka.

Baca Juga Hutan (Motika) Bungi Longa: Terancam Hilang (Bagian 1)

Ini sangat berbeda dengan Wilayah Wandoka Raya yang sudah hampir menjadi milik privat, artinya seluruh bibir pantai sudah dikuasai oleh orang perorang hanya dengan membeli kelapa di pinggir pantai. Dampaknya besar, masyarakat kehilangan ruang publiknya, dimana pantai adalah ruang menambatkan sampan, ruang membuat jarring nelayan, ruang membuat sampan, ruang menanti dan melepas sang suami. Ini akan kehilangan selamanya, dengan demikian, masyarakat Wandoka Raya dan Wakatobi pada umumnya, harus belajar dari bagaimana masyarakat Sousu Desa Matahora dalam mengelola ruang public mereka, dimana pantai disulap menjadi ruang wisata public, yang dikelola oleh masyarakat desa, yang dapat menambah pendapatan asli daerah masyarakat Sousu Desa Matahora.

Cara-cara cerdas ini akan berdampak pada tingkat partisipasi masyarakat dalam industri pariwisata Wakatobi. ruang-ruang public seperti ini harusnya dikembangkan di banyak ruang di Wakatobi. dan pemerintah daerah harus mendorong untuk adanya peraturan daerah dalam pengelolaan pantai sebagai ruang public. Tidak boleh beli kepala, sekaligus menguasai pantainya. Banyak resort, hotel dan apapun namanya menutup akses masyarakat ke pantai hanya karena mereka memiliki kelapa di pantai itu.

Baca JUga 20 Tahun Tak Pernah di Aspal, Warga La Wele Tanam Pisang Demi Paru-Paru Anak-anak
Dengan model pengeloaan pantai berbasis masyarakat sebagaimana yang di pantai Sousu ini, hendaknya setiap desa dan kelurahan mengelola pantainya untuk dijadikan ruang public, yang dikelola secara wisata dan provisional, tetapi berbasis masyarakat atau dikelola oleh Desa yang ada.

35026470_320651188470095_1038206724881776640_n-e1528668846542.jpg

Dalam koteks masyarakat Wandoka Raya, misalnya saatnya pemerintah daerah untuk membuat kebijakan untuk menjadikan wilayah pantai itu menjadi milik masyarakat, yaitu dengan membuka ruang public sepanjang pantai Wandoka Raya, mulai dari perbatasannya dengan kelurahan Wanci, hingga perbatasannya dengan Sombu. Ini akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat Wandoka, kacang jodohpun dapat menjadi industri wisata berbasis masyarakat di masa yang akan datang (su001).

Baca Juga

Desa Wisata Kulati Memiliki Fasilitas Home Stay yang Layak Huni

Transformasi Mitos ke Konsep Konservasi Modern: Bank Ikan pada Desa Wisata Kulati (bagian 1)

Transformasi Mitos ke Konsep Konservasi Modern: Bank Ikan pada Desa Wisata Kulati (bagian 2)

Legenda Cinta Sedarah, Kampung yang Tenggelam

Published by suaradesa.com

Inspiratif dan Independen

Design a site like this with WordPress.com
Get started